Kamis, 18 Desember 2014

KOTA CILEGON MULAI BERUBAH MENJADI KOTA KOREA



KOTA CILEGON MULAI BERUBAH MENJADI KOTA KOREA

Kota Cilegon saat ini sedang menghadapi perubahan besar dengan masuknya Industri Korea yang akan menggunakan tenaga kerja dari Negara Asal.
Kota Cilegon adalah sebuah kota di Provinsi Banten, Indonesia. Cilegon berada di ujung barat laut pulau Jawa, di tepi Selat Sunda. Kota Cilegon dikenal sebagai kota industri. Sebutan lain bagi Kota Cilegon adalah Kota Baja mengingat kota ini merupakan penghasil baja terbesar di Asia Tenggara karena sekitar 6 juta ton baja dihasilkan tiap tahunnya di Kawasan Industri Krakatau Steel, Cilegon.[rujukan?] Di Kota Cilegon terdapat berbagai macam objek vital negara antara lain Pelabuhan Merak, Pelabuhan Cigading Habeam Centre, Kawasan Industri Krakatau Steel,PLTU Suralaya, PLTU Krakatau Daya Listrik, Krakatau Tirta Industri Water Treatment Plant, (Rencana Lot) Pembangunan Jembatan Selat Sunda dan (Rencana Lot) Kawasan Industri Berikat Selat Sunda.
1.     Hampir setiap hari saya menjumpai orang Korea di jalan-jalan bahkan disupermarket Kota Cilegon.
2.    Begitu juga obrolan-obrolan supir-supir taksi yang sering mengantar orang-orang Korea di Kota Cilegon.
3.    Bahkan rumah-rumah kontrakan maupun kost-kostan harganya jauh melambung tinggi dikarenakan banyaknya orang-orang Korea yang bermukim tinggal di Kota Cilegon ini.
Untuk lebih jelas dan yakin bahwa orang-orang Korea ini akan bermukim tinggal untuk bekerja di Kota Cilegon ini, saya menyertakan berbagai sumber pendukung sebagai informasi.
Begitu banyak perusahaan asing di Kota Cilegon ini yang salah satunya adalah Perusahaan-Perusahaan dari Korea.

DUKUNG PROYEK KS, 40 PERUSAHAAN KOREA SIAP INVESTASI DI CILEGON
Spoilerfor Arsip 2011: Whery Enggo Prayogi - detikfinance
Rabu, 24/08/2011 09:24 WIB
Jakarta - Sebanyak 40 Perusahaan Korea siap berinvestasi di Indonesia, dan menjadi industri pendukung proyek bersama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) dengan Pohang Iron and Steel Corporation (Posco) dalam pembangunan pabrik baja terpadu berkapasitas 6 juta ton.
Menurut Vice President Corporate Communication KRAS, Wawan Hernawan, masing-masing perusahaan Korea ini akan berinvestasi minimal Rp 100 miliar hingga Rp 200 miliar. Menempati area sekitar Cilegon Banten, 40 perusahaan tersebut masuk pada sektor-sektor yang dibutuhkan KS-Posco di masa mendatang.
"Ini memang komitmen setelah Posco masuk, akan ada 40 perusahaan Korea akan bangun pabrik. Bentuknya sampai saat ini PMA (Penanaman Modal Asing) dengan nilai Rp 100 miliar, Rp 150 miliar dan Rp 200 miliar, macem-macem," tutur Wawan di Jakarta, Selasa (24/8/2011).
Pada tahap awal, industri semen, power plant dan kimia akan masuk. Kemudian berlanjut pada industri alumunium, suku cadang, refractory (bata tahan api), dan Oksigen.
"Namun belum ada tindak lanjut, Mou atau apapun. Ini kan sebelumnya keinginan dari KS dan Posco, untuk adanya sinergi. Dan tanggapannya sangat baik," ucapnya.
KS-Posco memang telah berkomitmen membangun pabrik baja bersama di Cilegon. Dengan target produksi 6 juta ton per tahun, proyek besar ini akan menghabiskan dana investasi US$ 6 miliar.
Pada tahap awal, pabrik baru akan berkapasitas 3 juta ton yang akan selesai di 2013. Produk-produk yang dihasilkan HRC (hot rolled coil), slab, dan plate.
Untuk tahap kedua akan dilakukan konstruksi di 2011 dengan kapasitas 3 juta ton. Sehingga total pembangunan dari tahap pertama dan kedua dilakukan selama 5 tahun. Dari jumlah produksi di tahap kedua, sebanyak 30% akan diekspor ke Vietnam untuk memenuhi pabrik baja Posco yang memproduksi baja hilir.

KOREA BERMINAT BANGUN PABRIK PETROKIMIA DI CILEGON
Jakarta - Salah satu perusahaan produsen bahan baku petroJdmian asal Korea Selatan Lotte Petrochemical menyatakan minatnya untuk membangun pabrik di Cilegon, Jawa Barat. Ada investor, dari Korea Selatan yang telah menyatakan minatnya untuk mendirikan bahan baku petrokimia seperti Polyethylene dan Polypropylene seluas 100 hektar di Cilegon, Jawa Barat," ungkap Direktur Jenderal Bina Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto di Jakarta, akhir pekan kemarin.
Menurut Panggah, investor asal Korsel tersebut akan menginvestasikan dana sekitar US$5 miliar. Namun demikian, kata Panggah, belum ada kepastian kapan waktu perusahaan tersebut akan membangun pabriknya. "Investasinya mencapai US$5 miliar. Untuk starting tergantung dari finishing persoalan legal dan mudah-mudahan bisa segera diselesaikan, sehingga bisa segera dimulai. Kalau kita sih berharap agar lebih cepat bisa lebih baik," tuturnya.
Terkait dengan pembangunan pabriknya, lanjut dia, paling tidak memakan waktu sekitar 4 tahun. Nantinya, jika telah beroperasi, perusahaan ini kemungkinan besar akan menggandeng mitra lokal dalam negeri. "Mereka lagi mencari. Bisa pertamina atau lokal partner yang lain," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah menyambut baik adanya investasi ini. Pasalnya, jika terealisasi, impor bahan baku petrokimia yang selama ini mencapai USS 6 miliar per tahun akan dapat ditekan hingga 20%.
"Seperti polyethilyne, polyprophelyne, paraceline, polyctrien. Yang impornya mencapai US$ 5-6 miliar setiap tahunnya. Pentingnya proyek ini adalah itu akan memproduksi macam-macam bahan baku, sehingga tidak saja bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri tetapi juga ada sisa yang bisa diekspor. Dan ini juga bisa meningkatkan daya saing kita," tandasnya. Impor US$8 Miliar
Guna memenuhi permintaan dalam negeri akan petrokimia, Kemenperin memproyeksikan bahwa impor produk petrokimia 2013 akan mencapai US$ 8 miliar. Angka tersebut meningkat dibandingkan perkiraan realisasi impor tahun ini pada kisaran US$ 6-7 miliar. "Kondisi itu setidaknya bakal berlanjut hingga 2-3 tahun ke depan," ujar Panggah.
Menurut dia, Indonesia masih harus mengimpor petrokimia karena sesuai peta rencana pengembangan, proyek-proyek investasi yang sedang dikaji diproyeksikan baru bisa dinikmati tahun 2016-2017. Beberapa di antaranya dari kilang minyak dan petrokimia di Balongan (Jawa Barat) "dan Tuban (Jawa Timur) dengan nilai investasi masing-masing US$ 8-9 miliar, yang akan dibangun Pertamina dengan Kuwait Petroleum Company dan Saudi Aramco.

Setiap tahun, kebutuhan produk petrokimia untuk industri hilir di Tanah Air naik sekitar 10%. Guna memenuhinya dari dalam negeri, pemerintah menawarkan sejumlah insentif di antaranya tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk barang modal atas impor mesin dan barang, serta bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri untuk penanaman modal.
Selain itu, infrastruktur juga harus dibangun guna inendukung industri petrokimia nasional. "Investor melihat Indonesia berpeluang besar. Seiring pertumbuhan ekonomi nasional, itu menjadi daya tarik bagi minat investor. Kemenperin akan mengawal minat-minat investasi ini," katanya.
Panggah mengatakan, dengan membangun industri petrokomia nasional, Indonesia diharapkan bisa menjadi eksportir produk petrokimia. Tahun 2011, permintaan produk petrokimia nasional mencapai 4,42 juta ton, berupa ethylene, propylene, polyethylene, monoethylene, polypropylene, dan butadiene. Pasokan dari dalam negeri tercatat mencapai 3,35 juta ton, sehingga kekurangannya masih harus diimpor. Tahun 2016, permintaan petrokimia diproyeksikan 5,58 juta ton. Dengan investasi pengembangan industri petrokimia, Indonesia bisa memasok 8,34 juta ton. "Dengan begitu, ada kapasitas untuk diekspor sekitar 1,57 juta ton," tutur dia.
Panggah menambahkan, pengembangan indusri petrokimia memerlukan penguatan struktur pada hulu ke hilir. Indonesia bisa memanfaatkan cadangan minyak, gas, dan barubara di Tanah Air. Karena itu, hal tersebut perlu didukung kebijakan pemanfaatan minyak dan gas bumi di dalam negeri.
Sementara itu, VP Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir mengatakan, saat ini, pihaknya tengah menyiapkan sejumlah rencana investasi petrokimia, diantaranya di Balongan dan Banten.



Sebagai orang pribumi, kita seharusnya jangan mau dijadikan budak pihak asing. Kita harus lebih maju dari mereka, supaya Kota Cilegon bisa berubah menjadi lebih baik lagi. Sejak adanya Krakatau Posco, Cilegon mengalami banyak perubahan dari segi positif dan negatif.

BUDAYA “NGARET” ORANG INDONESIA



BUDAYA “NGARET” ORANG INDONESIA

Bangsa Indonesia memiliki kebiasaan atau bias disebut budaya yang tidak bias ditinggalkan. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berbudaya. Banyak budaya yang membuat nama Indonesia terkenal di dunia. Budaya kesenian tradisional banyak sekali berasal dari berbagai suku di Negara kita. Namun, ada sebuah budaya yang tidak berasal dari suku manapun, yakni budaya yang berasal dari diri kita sendiri yaitu budaya terlambat bias disebut dengan sebutan “ngaret”.
Istilah ngaret memang sudah lekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Namun kenyataan hal tersebut sangat merugikan kita semua. Dan yang sangat disayangkan masih banyak diantara kita yang membudidayakan budaya tersebut. Dari berbagai level sosial, ekonomi dan pendidikan, ngaret sudah menjadi sebuah penyakit yang tampak disukai namun juga sangat dibenci.
 Tidak dapat dipungkiri bahwa sejatinya setiap orang pasti pernah terlambat dengan berbagai macam alasan. Semua ini dianggap wajar bila keterlambatan tersebut hanya terjadi secara periodik, akan tetapi jika keterlambatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan terkesan sengaja maka itu tidak bias di tolerir lagi. Banyak cara yang digunakan untuk menutupi kesalahan-kesalahan tersebut diantaranya yaitu alasan bangun kesiangan, macet, kendaraan mogok dll.
Namun semua itu tetap kembali kepada diri kita masing-masing, bagaimana cara kita mengatur diri dari rasa malas, bagaimana penerapan kedisiplinan kita untuk mengatasi masalah tersebut dan bagaimana cara kita menghargai waktu dan manajemen waktu dengan sebaik mungkin.
Kebudayaan “Ngaret” yang telah marak di Indonesia ini sudah menjadi rahasia umum bagi kita semua.  Bias dibilang hampir semua aspek di kehidupan kita ngaret, mulai daru lalu lintas, pendidikan, teknologi dan lain-lain. Hal yang paling sering kita temui adalah kebiasaan ngaret dalam membuat janji dengan seseorang. Sikap disiplin dan tepat waktu memang masih sangat rendah dalam kehidupan keseharian masyarakat Indonesia. Kalaupun mereka bias menjalankan biasanya karena di paksa. Biasanya dengan diberikan punishment atau hukuman maka mereka akan tepat waktu. Dengan  cara seperti itu maka kebiasaan disiplin dan datang tepat waktu baru bias berjalan.
Sudah menjadi rahasia umum kalau di Indonesia marak akan kebudayaan “Ngaret”. Telat atau terlambat, kata telat merujuk kearah ketidaksengajaan, berbeda dengan ngaret yang lebih condong ke kesengajaan dalam diri kita sehingga ngaret itu justru yang menyebabkan terlambat.
Ngaret adalah istilah untuk ketidaktepatan waktu, atau bias dikatakan terlambat karena mengulur-ulur waktu atau malas. Kebiasaan terlambat memang bukan hal yang aneh lagi dilingkungan kita dan biasanya kita sangat akrab dengan istilah “jam karet”. Jam karet dalah istilah yang merujuk kepada konsep “elastisitas” waktu, dimana sebuah waktu yang telah ditentukan bukan merupakan suatu yang pasti melainkan suatu yang dapat diundur (dianalogikan dengan direnggangkan atau diulur seperti karet). Istilah jam keret pun sekan sudah menjadi suatu budaya tersendiri di Indonesia.
Ada beberapa penyebab orang Indonesia sering tidak tepat waktu, diantaranya yaitu :
1.     Orang-orang suka menunda.
Suka menunda adalah penyebab utama dari jam karet ini. Tidak bias dipungkiri lagi banyak sekali orang yang sering menunda dalam melakukan sesuatu
2.    Orang-orang menganggap bahwa jam karet sudah menjadi budaya.
Banyak orang yang beranggapan bahwa “buat apa datang tepat waktu, toh akhirnya acara juga pasti akan molor kok”. Kira-kira seperti itulah persepsi sebagian orang, mereka malas untuk datang tepat waktu (datang cepat) karena mereka meyakini bahwa biasanya acara akan jadi molor).
3.    Kebiasaan memaklumi keadaan.
Di Indonesia bukanlah hal yang tabuh untuk memaklumi sesuatu, misalnya seseorang yang datang terlambat kekantor, atu seseorang yang terlambat dalam melakukan janji. Akan selalu ada alasan untuk kita bias memaklumi. Pemakluman yang terlalu sering akan mengakibatkan kita kurang tegas dan kalau kita kurang tegas maka disiplin pun akan susah untuk diterapkan.
4.    Kurangnya kesadaran masyarakat akan arti disiplin.
Dengan merembaknya budaya ngaret dan telat sudah menjadi cerminan buruknya tingkat kedisiplinan menghargai waktu para warga di indonesiabahkan bias dikatakan bahwa Indonesia merupakan Negara dengan budaya ngaret yang sudah sangat mendarah daging karena menurut beberapa artikel di Negara lain justru sangat menjunjung tinggi kedisiplinan dan ketepatan waktu. Kedisiplinan memang harus dibudayakan bukan malah ngaret atau telat yang justru dilestarikan.
5.    Kurangnya kesadaran menghargai waktu.
Sudah kita ketahui bahwa banyak orang sukses di dunia dikarenakan mereka memanfaatkan waktu dengan baik. Bagi sebagian orang, memanfaatkan waktu adalah hal yang sangat penting untuk diterapkan, namun dalam kenyataak lebih banyak orang yang tidak bias menghargai waktu dengan baik. Banyak hal yang dapat kita capai jika kita memanfaatkan waktu dengan baik. Secara teori mungkin sudah banyak orang yang mengetahui bahwa menghargai waktu itu adalah sangat penting dan merupakan salah satu kunci keberhasilan yang sangat vital peranannya.
Budaya ngaret dapat menyebabkan dampak positif maupun negative. Akan tetapi lebih banyak dam[pak negative yang akan timbul dibandingkan dampak positifnya. Dibawah ini merupakan dampak negative dari kebudayaan ngaret :
1.     Rencana yang akan dilakukan menjadi berantakan.
Penundaan serta penguluran waktu yang dilakukan ketika ngaret tentu akan menyebabkan atau merusak schedule yang telah dibuat.
2.    Mengakibatkan rasa gelisah atau stress.
Karena mungkin ada rasa bersalah dalam diri kita karena telah menyebabkan keterlambatan maka akan berakibat negative atau tidak menguntungkan terhadap diri kita sendiri
3.    Mengecewakan dan membosankan pihak lain.
Orang lain bias kecewa, marah, bosan dengan tingkah kita yang tidak bisa memanfaatkan dengan baik dalam hal penggunaan waktu.


4.    Mencemarkana diri sendiri dan nama baik bangsa.
Jika kita sering ngaret maka kita akan dicap sebagai seseorang yang tidak bisa tepat waktu.
Sedangkan untuk dampak positifnya adalah :
1.     Lebih santai.
Orang-orang di psikolog atau psikiater menyebut orang dengan kepribadian ini dengan tipe B yaitu kebalikan dari tipe A yang cenderung selalu menepati janji. Orang dengna kepribadian tipe B ini  cenderung santai dan tidak terlalu menaruh perhaian terhadap waktu. Kebanyakan dari orang yang berkepribadian tipe B ini lebih cenderung memiliki prinsip alon-alon asal klakon.
Salah satu cara terbaik agar kita dapat dengan benar menghargai waktu supaya tidak terus-terusan ngaret atau terlambat adalah dengan mebuat jadwal dari aktivitas yang akan direncanakan dilakukan.

ASAL USUL SITU RAWA ARUM, GROGOL, CILEGON, BANTEN



LEGENDA RAKYAT BANTEN
ASAL USUL SITU RAWA ARUM, GROGOL, CILEGON, BANTEN

Situ Rawa Arum yang berada di Kecamatan Grogol , Kota Cilegon merupakan danau tanpa sumber mata air. Danau tersebut menebarkan aroma bunga teratai putih terutama di malam hari. Menurut legenda, danau tersebut sebelumnya merupakan sebuah desa yang tenggelam dan tidak pernah muncul kembali.
Kota Cilegon dikenal sebagai kota baja, ini setelah berdirinya PT Krakatau Steel (KS) sebagai sebuah perusahaan baja internasional sejak (1970). Namun, sebelumnya daerah di ujung barat Provinsi Banten ini lebih dikenal sebagai daerah rawa, nama Cilegon sendiri berasal dari kata “CI” yang berasal dari kata “CAI” yang artinya air. Dan “LEGON” yang berarti lengkungan.
Cilegon bisa dikatakan sebagai kubangan air atau rawa-rawa, hal ini sesuai dengan banyaknya tempat di Cilegon yang menggunakan kata Kubang dan Rawa seperti Kubang Sepat, Kubang Menyawak, Kubang Lesung, dll. Salah satu nama daerah di Kota Cilegon yang menggunakan kata Rawa adalah Kelurahan Rawa Arum, nama salah satu kelurahan di Kecamatan Grogol itu berasal dari sebuah nama danau daerah tiu, yaitu Situ Rawa Arum.
Situ Rawa Arum merupakan satu-satunya danau di Kota Cilegon. Namun saying, keberadannya tidak telalu dikenal masyarakat secara umum. Padahal, danau tersebut memiliki panorama yang sangat indah, letaknya pun sangat strategis lantaran berada diantara jalur Cilegon-Pulomerak.
Danau yang letaknya hanya 3 kilometer dari Pintu Tol Pulomerak selama ini hanya dikunjungi oleh para pemancing loka. Namun dibalik ketidakpopuleran danau  tanpa mata air tersebt terdapat sebuah legenda yang cukup menarik untuk kita ketahui.
Menurut sesepuh di Lingkungan Tegal Wangi, Kelurahan Rawa Arum. Legenda ini bermulai ketika Ki Ageng Ireng, seorang tokoh besar di daerah itu, memimpin sebuah desa bernama Tegalega. Desa Tegalega itu berdiri pada zaman kesultanan Banten. Desa itu cukup makmur, masyarakat tidak pernah kekurangan pangan lantaran meimiliki pesawahan yang luas. Desa itu juga terletak tidak jauh dari perairan Selat Sunda sehingga masyarakat bisa pergi kelaut untuk menangkap ikan. Sehingga masyarakat di desa tersebut hidup sejahtera.
Namun, desa tersebut mengalami bencana besar ketika terjadi letusan maha dahsyat Gunung Krakatau pada tahun 1883. Letusan gunung dengan efek 130.000 kali bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, telah menyebabkan tsunami besar dan meluluhlantakkan Desa Tegalega. Warga yang tinggal di Desa Tegalega itu berhasil menyelamatkan diri dari tsunami dengan berlari ke perbukitan sekitar Pulomeraksebelum tsunami itu menenggelamkanseluruh daratan di pesisir Selat Sunda, termasuk Desa Tegalega.
Ki Ageng Ireng kemudian memerintahkan seluruh masyarakat Dsebuah kolam besar. esa Tegalega kembali ke pengungsian menuju desa bebeapa minggu setelah tsunami. Namun, betapa kagetnya, desa mereka telah hilang dari permukaan bumi.
Desa yang sebelumnya menjadi tempat tinggal mereka kini sudah tertutup oleh air laut. Tampaknya, gempa bumi dari letusan vulkanik Gunung Krakatau telah membuat Desa Tegalega amblas dan kemudian terisi air laut yang terbawa oleh tsunami dan terbentuklah  sebuah kolam besar. Warga Desa Tegalega mengalami kesedihan yang mendalam karena desa mereka tenggelam oleh air laut. Melihat kondisi ini, Ki Ageng Ireng meminta seluruh warga tinggal di pinggiran kolam besar itu.
Warga Desa Tegalega pun akhirnya tinggal di pinggiran danau, sambil berharap air laut yang membanjiri desa mereka surut. Sayangnya, harapan mereka tersebut tidak pernah terjadi lantaran air tersebut tidak pernah surut. Setelah beberapa bulan berlalu, Ki Ageng Ireng heran karena air tidak pernah kering. Bahkan rasa air yang sebelumnya asin berubah menjadi tawar karena terus menerus diguyur hujan.
Desa Tegalega akhirnya tenggelam dan berubah menjadi sebuah danau akibat  letusan Gunung Krakatau. Seiring waktu, tumbuh bunga teratai putih di tengah-tengah danau dan menyebabkan bau wangi yang semerbak kepada penduduk Desa Tegalega yang tinggal di sekitar danau. Melihat perubahan yang terjadi, akhirnya Ki Ageng Ireng member nama danau tersebut Situ Rawa Arum. Ia pun membawa sejumlah bibit ikan yang disebarkan disekitar danau agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Dan begitulah asal-usul Situ Rawa Arum.
Begitulah legenda Situ Rawa Arum yang berada di kecamatan Grogol, Kota Cilegon, Provinsi Banten. Namun saying, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui keberadaan danau tersebut. Hanya segelintir orang saja yang mengetahui cerita rakyat tersebut.

ASAL USUL KOTA CILEGON, BANTEN



ASAL USUL KOTA CILEGON, BANTEN

Kota Cilegon adalah sebuah kota di provinsi Banten, Indonesia. Cilegon berada di ujung barat laut pulau jawa, di tepi Selat Sunda. Kota cilegon dikenal sebagai kota industry. Sebutan lain bagi kota cilegon adalah kota baja mengingat kota ini merupakan penghasil baja terbesar di Asia Tenggara karena sekitar 6 juta ton baja dihasilkan setiap tahunnya di kawasan industry Krakatau Steel, Cilegon. 
Kota Cilegon dikenal sebagai kota baja, ini setelah berdirinya PT Krakatau Steel (KS) sebagai sebuah perusahaan baja internasional sejak (1970). Namun, sebelumnya daerah di ujung barat Provinsi Banten ini lebih dikenal sebagai daerah rawa, nama Cilegon sendiri berasal dari kata “CI” yang berasal dari kata “CAI” yang artinya air. Dan “LEGON”  atau "MELEGON" yang berarti LENGKUNGAN (H.M.A. Tihami). CILEGON bisa diartikan sebagai kubangan air atau rawa-rawa.
Hal ini sesuai dengan banyaknya nama tempat di Cilegon yang menggunakan nama KUBANG. Seperti: Kubang Sepat, Kubang Lele, Kubang Welut, Kubang Welingi, Kubang Lampit, Kubang Lampung, Kubang Menyawak, Kubang Bale, Kubang Lesung, Kubang Lumbra, Kubang Kutu, Kubang Saron, Kubang Wates, Kubang Sari, dan yang lainnya.
Sepintas penyebutan kata LEGON mirip dengan kata "LAGUNA" atau "LAGOON" dalam bahasa Inggris yang berarti danau kecil atau tasik yg dikelilingi oleh karang atau pasir yg menutup pesisir atau muara sungai.
Cilegon pada Abad-16 merupakan sebuah kampung kecil yang dikelilingi rawa-rawa atau kubang-kubang yang berubah dan berkembang menjadi area
persawahan dan pemukiman. (BC)
Pernahkah kita mengetahui bahwasanya di daerah cilegon ini pernah berdiri sebuah kerajaan yang sangat makmur. (mengutip dari sebuah buku Harian Banten, Jejak sejaran di tanah Banten). “sebuah literature dari kerajaan china dan literature dari kerajaan india mengatakan bahwa sebelum terjadinya letusan maha dahsyat gunung Krakatau purba yang hingga pada akhirnya memisahkan sebuah daratan antara pulau jawa dengan pulau sematera pernah berdiri sebuah kerajaan yang sangat makmur bernama LIGION yang dipimpin oleh seorang raja yang bijak dimana kemakmuran dan kedamaian dirasakan oleh masyarakatnya hingga sampai terjadinya letusan maha dahsyat yang akhirnya mengubur kerajaan tersebut”. Namun didalam buku tersebut tidak diberi keterangan waktunya.
Selain itu ada juga sejarah tentang penjajahan pada zaman daulu di kota cilegon. Peristiwa perlawanan yang mengesankan pada awal abad 19 adalah
peristiwa Geger Cilegon, yang terjadi pada tanggal 9 Juli 1888.
Peristiwa tersebut dipimpin oleh para alim ulama. Diantaranya
adalah : Haji Abdul karim, Haji Tubagus Ismail, Haji Marjuki, dan
Haji Wasid. Sepulangnya Haji Abdul Karim dari Makkah, beliau banyak
mengajarkan tarekat di kampungnya, Lempuyang. Selain itu beliau juga
menanamkan nasionalisme kepada para pemuda untuk melawan para
penjajah yang kafir.
Sementara itu KH. Wasid yang pernah belajar pada Syekh Nawawi Al
Bantani mengajarkan ilmunya di pesantrenya di Beji-Bojonegara.
Bersama teman seperjuangannya yakni : Haji Abdurrahman, Haji Akib,
Haji Haris, Haji Arsyad Thawil, Haji Arsyad Qashir dan Haji Ismail,
mereka menyebarkan pokok-pokok ajaran Islam ke masyarakat. Pada saat
itu Banten sedang dihadapi bencana besar. Setelah meletusnya Gunung
Karakatau pada tahun 1883 yang merenggut 20.000 jiwa lebih, disusul
dengan berjangkitnya wabah penyakit hewan (1885) pada saat itu
masyarakat banyak yang percaya pada tahayul dan perdukunan. Di desa
Lebak Kelapa terdapat satu pohon besar yang sangat dipercaya oleh
masyarakat memiliki keramat. Berkali-kali H. Wasid memperingati
masyarakat. Namun bagi masyarakat yang tidak mengerti agama, fatwanya
itu tidak diindahkan. H. Wasid tidak dapat membiarkan kemusrikan
berada didepan matanya. Bersama beberapa muridnya, beliau menebang
pohon besar tersebut. Kejadian inilah yang menyebabkan beliau dibawa
ke pengadilan (18 Nopember 1887), beliau didenda 7,50 gulden. Hukuman
tersebut menyinggung rasa keagamaan dan harga diri murid-murid dan
para pendukungnya. Selain itu, penyebab terjadinya peristiwa
berdarah, Geger Cilegon adalah dihancurkannya menara langgar di desa
Jombang Wetan atas perintah Asisten Residen Goebel. Goebel menganggap
menara tersebut mengganggu ketenangan masyarakat, karena kerasnya
suara. Selain itu Goebel juga melarang Shalawat, Tarhim dan Adzan
dilakukan dengan suara yang keras. Kelakuan kompeni yang keterlaluan
membuat rakyat melakukan pemberontakan.
Pada tanggal 7 Juli 1888, diadakan pertemuan di rumahnya Haji Akhia
di Jombang Wetan. Pertemuan tersebut untuk mematangkan rencana
pemberontakan. Pada pertemuan tersebut hadir beberapa ulama dari
berbagai daerah. Diantaranya adalah : Haji Said (Jaha), Haji Sapiudin
(Leuwibeureum), Haji Madani (Ciora), Haji Halim (Cibeber),
Haji Mahmud (Terate Udik), Haji Iskak (Saneja), Haji Muhammad Arsad
(Penghulu Kepala di Serang) dan Haji Tb Kusen (Penghulu Cilegon).
Pada hari Senin tanggal 9 Juli 1888 diadakan serangan umum. Dengan
memekikan Takbir para ulama dan murid-muridnya menyerbu beberapa
tempat yang ada di Cilegon. Pada peristiwa tersebut Henri Francois
Dumas – juru tulis Kantor Asisten residen – dibunuh oleh Haji Tubagus
Ismail. Demikian pula Raden Purwadiningrat, Johan Hendrik Hubert
Gubbels, Mas Kramadireja dan Ulrich Bachet, mereka adalah orang-orang
yang tidak disenangi oleh masyarakat.Cilegon dapat dikuasi oleh para
pejuang “Geger Cilegon”. Tak lama kemudian datang 40 orang serdadu
kompeni yang dipimpin oleh Bartlemy. Terjadi pertempuran hebat antara
para pejuang dengan serdadu kompeni. hingga akhirnya pemberontakan
tersebut dapat dipatahkan. Haji Wasid dihukum gantung. Sedangkan yang
lainnya dihukum buang. Diantaranya adalah Haji Abdurrahman dan Haji
Akib dibuang ke Banda. Haji Haris ke Bukittinggi Haji Arsyad thawil
ke Gorontalo, Haji Arsyad Qashir ke Buton, Haji Ismail ke flores,
selainnya dibuang ke Tondano, Ternate, Kupang, Manado, Ambon dan lain-
lain. (Semua pemimpin yang dibuang berjumlah 94 orang).
Walaupun pemberontakkan itu dapat dimentahkan oleh Belanda, namun
yang terpenting bahwa saat itu membuktikan bahwa “RAKYAT BANTEN ANTI
PENJAJAHAN”.